Beberapa tahun belakangan ini kerap saya melihat artikel dengan judul yang bertemakan “Kalori nastar setara sepiring nasi” setiap menjelang hari raya idul fitri (setelah saya telusuri rupanya mulai dari tahun 2017). Jika benar 3 buah nastar setara dengan sepiring nasi, what should we do?
Facts check
Berdasarkan artikel-artikel “Kalori nastar setara sepiring nasi” yang saya baca, yang mereka maksud dengan satu piring adalah 100 gram nasi (bukan beras). Definisi satu piring ini dapat berbeda-beda untuk setiap orang, sehingga jumlah tepatnya perlu diketahui untuk melihat persamaan yang dibuat. Sekiranya jika ada yang penasaran seberapa banyak 100 gram nasi, kurang lebih begini gambarnya.
Apakah ini satu piring nasi kamu?
Kalori yang terkandung dalam 100 gram nasi adalah ±175 kkal. Jika disetarakan dengan sumber karbohidrat lainnya dapat berupa kentang 200 gram (2 buah sedang) atau roti tawar 2 lembar ukurang sedang/3 ukuran kecil.
Bagaimana dengan kalori nastar? Sejatinya kalori setiap nastar tidak dapat kita samakan kalorinya, karena hal tersebut tergantung dari jumlah dan apa saja bahan-bahannya. Kalori kue nastar yang menggunakan 2 telur dan 3 telur tentu saja akan berbeda. Saya mencoba menghitung kalori kue nastar dengan resep yang terinsipirasi dari bogasari. Berikut detail perhitungannya
Berdasarkan perhitungan di atas, 3 buah nastar mengandung kalori ±204 kkal. Bisa dibilang memang kalorinya kurang lebih sama dengan 100 gram nasi. Namun, apakah jika sudah makan nastar 3 buah artinya tidak usah mengonsumsi nasi?
Dilema makan saat liburan
Menurut saya, liburan bukan saatnya untuk diet ketat atau takut berat badan naik. Liburan tidak datang sepanjang tahun. Liburan merupakan saat untuk mengistirahatkan diri, berbahagia, dan/atau menjalankan tradisi. Nastar merupakan makanan rekreasi yang dapat dikonsumsi secukupnya. Pesan dari saya hanya, jangan biarkan perut anda sampai terasa sakit karena kenyang oleh nastar saja (kita butuh menyisihkan tempat untuk opor ayam dan ketupat bukan?).
Saat liburan, anda tidak perlu mengikuti tips-tips “ekstrim” dari artikel diet yang anda baca seperti “hindari makan karbohidrat di atas jam 6 malam” atau “konsumsi jus detoks setelah makan opor ayam”. Pemikiran yang terlalu kaku dalam makan justru berkaitan dengan kegagalan diet, binge eating, dan stress.
Be mindful instead
Mindful eating memang tidak dapat langsung anda terapkan setelah membaca tulisan saya. Langkah pertama dalam mindful eating adalah adalah membangun kesadaran tentang apa yang anda makan, apa yang anda dan tubuh anda rasakan. Jika terus dilakukan, secara sadar anda akan mempercayai apa yang dikatakan tubuh tentang apa dan berapa banyak yang harus dimakan. Akan ada saat ketika anda memilih untuk makan kue sebagai camilan dan juga akan ada saat ketika anda memilih buah sebagai camilan (dan tidak ada yang salah!).
Langkah awal untuk mindful eating juga menghindari pola pikir “all or nothing”. Ketika sudah overeat terpikir “Hari ini udah makan banyak, tanggung ah!”. Pola pikir ini yang kerap berujung dengan hilangnya motivasi kita untuk memulai apa yang sudah kita rencanakan. Yang terjadi pada pola pikir “all or nothing” adalah keinginan untuk melakukan perubahan tetapi perubahan harus signifikan. Misalnya, anda memutuskan untuk mulai berolahraga dan langsung berencana berolahraga setiap hari. Namun suatu hari anda tidak dapat berolahraga karena suatu keperluan dan anda merasa program olahraga anda gagal (padahal tidak). Jika anda memiliki pola pikir “all or nothing”, kemungkinan keesokan harinya anda akan berpikir “Yah kemarin sudah bolos olahraga. Yasudah sekalian saja berhenti dulu olahraganya, nanti saja lagi mulainya”. Hal ini yang akan berakhir dengan terus mengundur-undur atau mengulang-ulang dari awal tanpa pernah mencapai target.
It doesn’t have to be perfect
Jika pada satu hari anda tidak dapat berolahraga, berhenti memutuskan progres yang anda telah capai dan berencana untuk memulai lagi nanti. Ketika hal itu terjadi, kembali pada progres anda dan lanjutkan (dengan waktu yang jelas dan realistis, tidak harus setelah anda membaca tulisan ini). Don’t start over and over. Selalu ada godaan mengundur-undur dan memulai “besok”.
It’s better to take small steps than to make a great leap forward only to stumble backward.
Referensi
1. Stice, E., 2001. A prospective test of the dual-pathway model of bulimic pathology: mediating effects of dieting and negative affect. Journal of abnormal psychology, 110(1), p.124.
2. Stice, E., Burger, K. and Yokum, S., 2013. Caloric deprivation increases responsivity of attention and reward brain regions to intake, anticipated intake, and images of palatable foods. Neuroimage, 67, pp.322–330.
3. Tribole, E. and Resch, E., 2012. Intuitive eating. Macmillan.
4. Resep Nastar Spesial dikutip dari http://www.bogasari.com/en/recipe/resep-nastar-special